Bathimetri


Batimetri merupakan dasar ilmu hidrografi yang mengukur fisik dari badan air. Hidrografi tidak hanya meliputi batimetri tapi juga bentuk garis pantai, arus, pasang surut, gelombang dan sifat fisik dan kimia air. Batimetri mengacu pada keadaan kedalaman laut terhadap permukaan laut atau bisa disebut juga dengan topografi bawah laut. Jika topografi menggambarkan daratan, peta batimetri menggambarkan tanah yang berada di bawah air. Variasi relif lantai laut yang dapat digambarkan oleh garis kontur (NOAA).
Batimetri adalah studi tentang kedalaman air danau atau dasar lautan. Dengan kata lain, batimetri adalah setara dengan hypsometry bawah air. Batimetri berasal dari bahasa Yunani βαθυς, μετρον, deep dan mengukur. Peta batimetri (hidrografi) biasanya dibuat untuk mendukung keselamatan navigasi permukaan atau subpermukaan, dan biasanya menunjukkan relief dasar laut atau daerah dasar laut sebagai garis kontur (isodepth) dan pemilihan kedalaman (sounding), dan biasanya juga menyediakan informasi mengenai navigasi permukaan . Peta Batimetri dapat juga dibuat dengan menggunakan Digital Terrain Model dan teknik pencahayaan buatan untuk menggambarkan kedalaman yang digambarkan (Hutabarat, Sahala dan Evans, Stewart M. 2008).
Batimetri mempelajari cara mengukur kedalaman laut atau tubuh perairan lainnya. Sedangkan peta batimetri merupakan peta yang menggambarkan bentuk suatu perairan beserta kedalamannya (Setiyono,1996). Metode yang sering digunkan dalam mengukur kedalaman laut atau perairan akan memanfaatkan sounding (Nortji,2002).  Sounding sering disebut juga pemeruman dimana kegiatan ini ditujukan untuk memperoleh gambaran atau model bentuk permukaan dasar perairan (seabed surface) (Poerbondono & Djunasjah, 2005).

Pengukuran Batimetri
Pengukuran batimetri dilakukan dititik-titik yang dapat mewakili keadaan pada wilayah yang akan dipetakan. Selain itu pada titik tersebut  akan dilakukan penentuan posisi yang tujuannya untuk penentuan posisi dan kedalaman sebagai titik fiks perum. Dalam pengukuran batimetri juga harus dilakukan pencatatan waktu karena hasil dari pemeruman akan dikoreksi dengan data pasang surut pada daerah tersebut (Poerbondono & Djunasjah, 2005).

 Metode Pengukuran Batimetri
Proses pengambilan data kedalaman merupakan proses terpenting ketika pemeruman mulai dilakukan. Berdasarkan prinsip dan karakter teknologinya metode pemeruman dibagi menjadi tiga yaitu metode mekanik, optik atau akustik (Poerbondono & Djunasjah, 2005).
Metode Mekanik
Menurut (Poerbondono & Djunasjah, 2005) metode mekanik merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui kedalaman biasanya metode ini digunakan pada daerah perairan dangkal. Metode mekanik merupakan metode pertama yang ditemukan untuk mengukur kedalaman. Metode mekanik menggunakan tongkat yang diberi skala atau angkka dengan ditambah dengan benda apung. Angka atau skala ini digunakan untuk mengetahui skala baca ukuran. Selain menggunakan tongkat ukur metode mekanik juga dapat menggunakan rantai ukur. Daerah yang dapat digunakan untuk menggunakan rantai ukur yaitu daerah yang datar atau rata. Sama dengan tongkat ukur, rantai ukur ini diberi skala untuk mengetah bacaan pengukuran. Pada ujung rantai diberi skala nol dan ditambahkan pemberat agar rantai tidak tersapu oleh arus dan agar rantai selalu tegak.  Pada dasarnya prinsip penggunaan tongkat ukur ataupun rantai ukur itu sama yaitu dengan menenggelamkan alat hingga menyentuh dasar perairan dan alat harus tegak lurus terhadap permukaan air. Metode mekanik lebih tepat atau efektif digunakan pada daerah survey yang relatif sempit dengan skala yang besar.

Metode Akustik

Didalam survei hidrografi terdapat penggunaan gelombang akustik yang digunakan untuk mengukur bawah air seperti kedalaman, arus dan sedimen. Dengan frekuensi gelombang akustik 5kHz atau 100 Hz akan mengukur sampai kedalaman 10 km dengan intensitas gelombang hilang kurang dari 100%, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 kHz intensitas pengukurannya hanya mampu sapai kedalaman kurang dari 100 m (Poerbandono & Djunasjah, 2005).

Metode akustik menggunakan proses perambatan suara, karakteristik suara seperti frekuensi, pulsa dan intensitas lalu faktor lingkungan dan kondisi targetnya. Pengaplikasian metode ini dibagi menjadi 2 yaitu sistem pasif dan aktif. Untuk sistem aktif pengaplikasiannya yaitu pada sonar yang digunakan untuk mengukur kedalaman atau sering disebut juga dengan batimetri. Sonar (Sound Navigation And Ranging) merupakan sinyal akustik yang dipacarkan dan apabila terkena objek didasar seperti ikan atau kapal selam maka gelombang tersebut akan memantul atau kembali. Hal tersebut merupakn prinsip dari echosunder yang sekarang sering digunakan oleh kapal sebagai alat bantu navigasi. Echosunder  memiliki lebar sinar 30 sampai 45 derajat namun pengaplikasian secara khusus seperti pelacak ikan atau kapal selam lebar sinar yang digunakan kurang dari 5 derajat dan arahnya dapat divariasikan (Supangat, 2003).
Teknik penentuan kedalaman atau echosounding  mengali perkembangan yang cukup maju seperti berkembangnya peralatan sonar seperti Seabeam dan Hydrosweep  yang merupakan salah satu sistem dari Echosounding.Salah satu instrumen dari Echosounder yang sedangkan berkembang yaitu Echosounder Multibeam yang dapat menentukan kedalamann air sepanjang swath lantai di bawah kapal dan dapat menghasilkan peta batimetri yang sangat detail. Sidescan Imaging System seperti GLORIA (Geological Long Range Inclined Asdic ), SeaMARC dan TOBI ( Towed Oceand Bottom Instrumen ) yang menghasilkan gambar yang sama dengan citra radar. Echosounding banyak digunakan oleh nelayan karena dapat mendeteksi kumpulan ikan pada kolom air (Supagat, 2013).



Daftar Pustaka
Poerbandono Dan Djunasjah, E. 2005. Survei Hidrografi. Refika Aditama, Bandung.
Soeprapto.2000. Survey Hidrografi. Hand-Out Kuliah. Jurusan Teknik Geodesi UGM. Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia (Sni). 2010. Survei Hidrografi Menggunakan Single Beam. Badan Standar Nasional, Jakarta

Supangat, Agus Dan Susanna. 2003. Pengantar Oseanografi. Pusat Riset Wilayah Laut Dan Sumberdaya Non-Hayati Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.

Komentar